Kamis, 19 April 2012

Memimpinlah karena Nya :)


Bismillah...

"Ketika menjadi pemimpin, maka bersiaplah untuk selalu bisa menempatkan diri , pada dua posisi : - Menjadi Adek yang setia (Setia dan sabar dalam menunggu dan mendengarkan setiap problem dan nasehat dari orang2 yang dipimpin)- Menjadi Kakak yang hebat (Mampu memberikan tauladan dan siap memberikan solusi dengan cara yang ramah dan menggugah) ... :)

"Kita buat Indonesia Tersenyum"- Wildan Taufiqur Rahman

Senin, 09 April 2012

Optimis Indonesia!!!


Bismillah...

"Saya seorang muslim,Saya seorang warga Indonesia, Saya seorang pemuda Indonesia,Saya seorang anak yang lahir sebagai anak Indonesia, dan Saya seorang yang yakin bahwa Indonesia akan maju , Saya yakin Indonesia dipenuhi pemuda2 yang luar biasa!!!, Saya yakin Indonesia akan Berdiri sejajar dengan Negara2 Raksasa (Cina,India,Korea Selatan,Iran), dan Saya yakin perubahan besar dimulai dari perubahan-perubahan kecil" - Semua Tentang Indonesia .

#Indonesia Emas- Wildan


SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA SILATURRAHIM DENGAN
AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (AIPI) DAN MASYARAKAT ILMIAH Serpong,
20 Januari 2010

Bismillah Hirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr Wb

Salam sejahtera untuk kita semua,
Yang saya hormati, Presiden Republik Indonesia ketiga, Bapak Prof. Dr. Baharudin Jusuf Habibie,
Yang saya hormati Menteri Riset dan Teknologi dan para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,
Yang Mulia Ambassador Cameron Hume,
Yang saya hormati Gubernur Banten,
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Para Ilmuwan yang tergabung dalam AIPI, LIPI, dan asosiasi-asosiasi ilmu pengetahuan di Indonesia,

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Marilah kita bersama-sama, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita tetap diberi kekuatan, dan insya Allah kesehatan, sehingga kita dapat bertatap muka dalam kesempatan yang membahagiakan ini.

Melalui kesempatan ini pula, saya ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para ilmuwan terkemuka Indonesia yang tergabung dalam Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), atas pemikiran, kajian, dan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Kemajuan yang kita capai hingga hari ini, tentu tidak terlepas dari kontribusi saudara semua.

Saya juga menyampaikan penghargaan yang tinggi atas pernyataan Presiden Barack Obama, yang baru saja dibacakan oleh Duta Besar Cameron Hume. Pandangan yang konstruktif dan ajakan positif Presiden Obama untuk meningkatkan kerjasama bilateral di bidang Iptek, pendidikan, energi dan perubahan iklim patut kita sambut dengan baik. Namun kita semua juga merasa prihatin bahwa US Science and Technology Special Envoy, Mr. Bruce Alberts, yang semula akan hadir di sini mengalami musibah kecelakaan. Mari kita doakan, agar Mr. Bruce Alberts dapat lekas pulih kembali seperti sediakala.

Saudara-saudara, Kita sungguh berharap, pertemuan ini dapat merintis jalan ke arah peningkatan kerja sama antara Indonesia-Amerika Serikat, di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Indonesia dan Amerika Serikat kini sedang aktif menggarap suatu Kemitraan Strategis baru: yaitu suatu kemitraan komprehensif, yang mencakup kerja sama dalam berbagai sektor penting bagi kedua negara. Dalam kaitan ini, kerja sama di bidang pendidikan dan teknologi menjadi bagian penting dari kemitraan strategis kedua negara. Insya Allah, Kemitraan Komprehensif ini dapat diresmikan dalam kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia yang direncanakan tahun ini.

Saya juga menyambut baik pernyataan Presiden Obama di Kairo bulan Juni tahun lalu, bahwa Amerika Serikat kini berkomitmen untuk membangun kemitraan baru—“a new beginning”—dengan dunia Islam, yang di antaranya mencakup kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini penting karena beberapa hal : PERTAMA, memang, kalau kita ingin membangun suatu peradaban dunia (global civilization), kita perlu terus membangun jembatan antar-peradaban, terutama di antara dunia Barat dan dunia Islam. Semua pihak harus berperan aktif menyebarkan soft power, yang akan memperkokoh landasan bagi perdamaian dunia.

KEDUA, Islam tidak pernah bertolak belakang atau memusuhi ilmu pengetahuan–bahkan Islam selalu selaras dengan ilmu pengetahuan. Bahkan, puncak kejayaan Islam sebagai peradaban dunia yang paling maju di Abad ke-13 justru terjadi, karena umat Islam membuka diri dan mengejar ilmu pengetahuan di manapun. Dengan pusat peradaban di Baghdad, umat Islam mencatat berbagai kemajuan dan penemuan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sampai sekarang kita rasakan manfaatnya: kompas, anestesi, aljabar, optik, astrologi, irigasi, navigasi, kimia, teknik sipil, rumah sakit pertama, dan kapal-kapal perdagangan. Pesan dan pelajaran sejarah ini masih tetap relevan–bahkan semakin relevan–sekarang: “siapa yang mau maju, harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dan KETIGA, tidak akan pernah ada the second Islamic renaissance di Abad ke-21, tanpa penguasaan umat Islam di bidang iptek. Meskipun terdapat kemajuan di beberapa komunitas Islam, sebagian besar umat Islam saat ini masih tertinggal dalam pencapaianMillenium Development Goals, dan Human Development Index, masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, serta masih termarginalisasi dalam era globalisasi. Masih banyak umat Islam yang terlalu bernostalgia terhadap kejayaan di masa lalu, tanpa memahami bahwa peluang untuk maju dan berkarya di depan mata justru jauh lebih besar.

Sewaktu saya berpidato di Harvard University akhir tahun lalu, dan juga dalam artikel The Economists yang saya tulis, saya menekankan bahwa Abad ke-21 tidak harus mengikuti skenario “clash of civilizations”. Abad ke-21 justru dapat kita wujudkan menjadi suatu “confluence of civilizations”, di mana seluruh peradaban dunia–apakah Barat, Islam, Timur–dapat hidup berdampingan secara damai, dan dapat saling memperkaya dan melengkapi. Kita yakini bahwa hal ini bukan sebuah utopia, tetapi suatu visi yang realistis and achieveable vision.

Hadirin yang saya hormati,Mari kita memulai dengan suatu preposisi: “Abad ke-21 akan menjadi abad paling inovatif dalam sejarah umat manusia”. Disadari atau tidak, kita sedang berada dalam arus perubahan sejarah yang sangat dahsyat. Ada yang menyatakan bahwa arus perubahan dalam 10 tahun mendatang, akan lebih deras daripada perubahan dalam 100 tahun terakhir.

Kita lihat saja komputer, internet dan telepon selular. Di awal tahun 1990an, email, komputer dan handphone hanya dinikmati oleh segelintir orang. Kini, 20 tahun kemudian, di seluruh dunia, 1,4 milyar orang telah mempunyai e-mail, ada 1 miliar komputer, dan 3,3 miliar pengguna handphone–sekitar separuh dari jumlah penduduk dunia. Proses ini akan terus berkembang.

Kita meyakini bahwa di paruh kedua Abad-21, sebagian besar umat manusia akan terjamah oleh komputer, internet dan handphone. Peradaban manusia juga sering berubah karena ide-ide dan penemuan-penemuan baru. Penemuan bubuk mesiu menimbulkan transformasi militer dengan segala implikasi politiknya. Penemuan mesin uap memulai revolusi industri dan mengubah sejarah Eropa.Penemuan vaksin di abad ke-18 mengubah ilmu kodokteran dan menyelamatkan jutaan umat manusia. Penemuan reaksi fisi nuklirmenghasilkan bom atom dan senjata nuklir yang dapat memusnahkan umat manusia.

Berbeda dari abad-abad sebelumnya, perubahan yang kita alami di Abad ke-21 akan bergerak sangat pesat. Misalnya: dalam kurun waktu hanya sekitar 100 tahun, manusia dapat bergerak dari kecepatan kuda, ke kecepatan mobil, ke kecepatan jet, ke kecepatan suara, dan bahkan sudah mendarat di bulan. Sejumlah negara–baik besar maupun kecil—yang dulu dikenal sebagai “negara miskin” kini telah melejit menjadi ekonomi yang unggul.

Indonesia sendiri, yang dulu pernah menjadi salah satu bangsa paling miskin di Asia, kini telah menjadi ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G-20. Kita juga melihat perubahan pesat ini di bidang lingkungan, khususnya perubahan iklim. Semenjak revolusi industri di Eropa 200 tahun lalu, karena ulah manusia, terutama di negara-negara industri maju, suhu dunia telah naik sekitar 0,6 derajat celcius. Konsentrasi karbondioksida meningkat 36%, dan lapisan ozon semakin menipis. Kalau kita tidak cepat mengatasinya, suhu dunia bisa naik 4 derajat Celsius dan membawa malapetaka bagi umat manusia dan bagi planet bumi—rumah kita satu-satunya.

Dalam menghadapi arus sejarah yang dahsyat ini, saya yakin sekali bahwa dalam Abad ke-21 yang akan menjadi the most powerful driver of change adalah teknologi. Apakah itu bangsa, perusahaan, komunitas, atau individu, the biggest driver for change adalah teknologi.

Dewasa ini, kita semua telah melihat dan merasakan: porsi teknologi dalam PDB kita semakin besar. Porsi Teknologi dan know-how semakin menonjol, apakah itu untuk pertanian, industri, perdagangan, keuangan, pendidikan, kesehatan, pertahanan, jasa, dan lain-lain. Makin nyata, pertumbuhan ekonomi dan daya saing sebuah bangsa sangat disumbang oleh penguasaan teknologi. Inilah yang sering disebut sebagai “Intangible Intellectual Resources”, atau “Knowledge Capital”.

Kecenderungan ini akan terus menguat, karena proses pengembangan teknologi tidak akan pernah berhenti. Dalam abad yang sangat progresif ini, kita tidak bisa lagi hanya mengutuk masa lalu atau menyalahkan orang lain. Kalau kita gagal, itu adalah kesalahan kita sendiri, karena kita tidak mampu membaca tanda-tanda zaman. Kalau kita kelak tampil unggul di depan yang lain, itu terjadi karena kerja keras dan kemampuan kita dalam beradaptasi.

Saudara-saudara, Karena itulah, kunci dari keunggulan Indonesia di Abad ke-21 adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu penyebab bangsa kita terbelakang selama ratusan tahun adalah, karena nenek moyang kita tidak mendapatkan akses terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari belahan dunia lain. Sebelum kebangkitan nasional tahun 1908, pada saat Eropa mendominasi dunia, Jepang mengalami Restorasi Meiji, Amerika Latin menikmati masa kemakmuran, Amerika Utara tumbuh pesat, dan Kerajaan Islam Otoman berjaya, bangsa Indonesia masih terisolasi dalam penindasan kolonialisme, dan rakyat kita tenggelam dalam kebodohan dan kemiskinan.

Abad ke-20 adalah abad kebangkitan nasional, abad kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Kunci sukses kita untuk mencapai itu tiada lain adalah persatuan. Kita mutlak membutuhkan persatuan untuk melawan penjajah, untuk mempertahankan kemerdekaan, untuk menangkal separatisme, untuk menjaga keutuhan wilayah, untuk membangun perekonomian, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan untuk mengembangkan jati diri bangsa. Itulah perjuangan kita di Abad ke-20.

Di Abad ke-21, situasinya telah berbeda: Hakikatnya, Indonesia tidak punya musuh, dan tidak ada negara lain yang memusuhi Indonesia. Politik bebas aktif Indonesia kini diabdikan untuk mewujudkan “a million friends, zero enemy”. Abad ke-21 adalah abad keunggulan, dan kunci sukses untuk mencapai itu adalah inovasi. Kita memerlukan inovasi untuk memerangi kebodohan, untuk mengentaskan kemiskinan, untuk memacu pertumbuhan dan produktivitas, dan untuk menjadi bangsa yang terhormat, maju dan kompetitif.

Saudara-saudara, Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa adalah hasil dari suatu kerja besar yang terencana dan berkesinambungan. Sesungguhnya pula merupakan bagian integral yang dinamis dari sebuah peradaban (civilization).Teknologi tidak bisa dimimpikan dan didatangkan begitu saja—bukan seperti membeli barang di supermarket. Mungkin satu dua teknologi bisa dibeli seperti itu—namun tidak untuk mencapai technological society, dan juga knowledge society.

Untuk menjadi bangsa yang menguasai iptek, kita harus bisa menempatkan inovasi sebagai urat nadi kehidupan bangsa Indonesia.Kita harus bisa menjadi Innovation Nation —BANGSA INOVASI! Rumah bagi manusia-manusia yang kreatif dan inovatif.

Untuk mencapai kondisi seperti itu ada sejumlah hal penting yang harus kita bangun dan lakukan. Pertama, adalah mengubah mindset. Ingatlah, innovation is a state of mind. Inovasi itu adalah suatu semangat, suatu energi, dan suatu etos. Semua fenomena sejarah—apakah itu peradaban Islam, Renaissance di Eropa, Restorasi Meiji di Jepang, tampilnya Amerika sebagai superpower, “the rise of” Cina dan India—semuanya dimulai dengan suatu semangat, dan terbangunnya mindset baru, yang kemudian menghasilkan berbagai inovasi baru, dan yang akhirnya mengakibatkan transformasi besar-besaran.

Karena itulah, kita di Indonesia harus bisa mengembangkan budaya unggul—a culture of excellence—baik di birokrasi, di universitas, maupun di sektor swasta. Sistem dan lingkungan nasional kita harus bisa melahirkan inovator-inovator yang kreatif. Ini semua akan terwujud jika masyarakat kita, kita semua, benar-benar menghargai kerja keras kaum peneliti, ilmuwan, dan inventor.

Mereka harus bisa menjadi ikon masyarakat, dan bukan menjadi catatan pinggir, apalagi hidup tanpa penghormatan, tanpa apresiasi, dan tidak sejahtera. Ilmuwan, peneliti dan inovator harus berada di garis terdepan perubahan nasib bangsa, dan menjadi Pendekar Keunggulan.

Inovasi juga menuntut sikap open-mind dan risk-taking, bukan sikap yang kaku dan dogmatis. Komunitas iptek Indonesia harus berwawasan jauh lebih terbuka dan lebih progresif dari masanya, dan dari masyarakat, untuk mengembangkan ilmu dan teknologi. Dalam era globalisasi dewasa ini, Nasionalisme kita dicerminkan bukan dalam tindakan melawan atau menutup diri dari dunia, namun dalam kemampuan untuk menyerap ilmu dan teknologi dari manapun untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Karena itulah, kita bercita-cita agar Indonesia menjadi bagian integral dari komunitas ilmuwan dunia. Kita berharap sebanyak mungkin ilmuwan Indonesia mengadakan riset, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Saya ingin ilmuwan Indonesia bahu membahu dengan ilmuwan internasional, dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan umat manusia. Kita harus aktif bukan saja menyerap ilmu dari dunia, namun juga menyumbang ilmu untuk dunia. Itulah mindset yang akan mengantarkan kita menjadi Innovation Nation.

Saudara-saudara faktor kedua adalah, selain didukung mindset yang tepat, inovasi juga memerlukan Investasi dan Insentif. Inovasi tidak datang dari langit, namun memerlukan inkubator-inkubator—di lingkungan pemerintah, universitas, perusahaan, dan lain-lain. Mau tidak mau, harus ada sumberdaya dan dana yang cukup, serta program yang berkesinambungan.

Pada awal saya mengemban amanah rakyat, saya menyadari bahwa alokasi dana untuk penelitian dan pengembangan (R&D-research and development) di Indonesia pada tahun 2005 masih rendah – yaitu sekitar Rp 1 trilyun. Karena itulah, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan porsi itu menjadi lebih memadai, dan syukur alhamdullilah pada tahun 2010 dapat kita tingkatkan menjadi Rp 1,9 triliun.

Tentu saja jumlah inipun masih harus terus kita tingkatkan. Namun, perlu diingat, sumberdaya dan dana penelitian dan pengembangan tidak hanya berasal dari APBN, tetapi juga mesti dianggarkan oleh dunia usaha yang juga memerlukan inovasi di perusahaannya masing-masing. Pendanaan dari kerjasama internasional juga merupakan alternatif yang makin terbuka.

Sementara itu saya berpandangan, bahwa cara penting untuk membangun inovasi adalah melalui pengembangan enterpreneurship. Kita semua tahu bahwa enterpreneurship identik dengan inovasi, risk-taking, peluang, dan dinamisme. Di Amerika, Cina, India, Jepang, Korea, dan Singapura, kita melihat bahwa inovasi tumbuh pesat sejalan dengan merebaknya enterpreneurship. Yang juga penting diingat: kita tidak harus selalu menjadi inventor teknologi baru. Namun kita harus cerdik mencari, menyerap dan mengembangkan teknologi baru untuk pembangunan Indonesia. Bahkan, sering terjadi, pihak yang lebih cerdik mendayagunakan teknologi bisa lebih maju dari pihak yang menemukan teknologi itu sendiri.

Faktor ketiga adalah, kebijakan pemerintah dan kolaborasi. Kalau kita lihat dari bukti-bukti empiris, hampir semua inovasi teknologi merupakan hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas, antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Karena itulah, networking antara inkubator menjadi sangat penting.

Saya mendorong ilmuwan Indonesia untuk menjalin networking dan kolaborasi yang seluas-luasnya dengan lembaga penelitian, lembaga kajian dan universitas manapun di dunia, karena ini adalah kunci sukses bagi masa depan kita. Salah satu ciri Era Globalisasi dewasa ini adalah keniscayaan untuk sebuah knowledge-sharing antar bangsa.

Hadirin sekalian yang saya hormati, Dunia kini boleh dikatakan sedang panen teknologi. Namun perlu diingat, teknologi yang kita cari dan pilih haruslah tetap relevan dengan tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang dan ke depan. Tantangan itu antara lain adalah : pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan dan energi, pemeliharaan lingkungan hidup, peningkatan industri, ketangguhan pertahanan dan keamanan negara, serta penguasaan teknologi yang menjemput masa depan.Karena itulah, ke depan, bangsa Indonesia harus makin menguasai teknologi, yang dapat menjawab tantangan-tantangan pokok itu.

Pertama, teknologi untuk mengentaskan kemiskinan–pro-poor technology. Teknologi sering disalah-persepsikan seolah hanya untuk kepentingan industri besar yang canggih saja. Padahal untuk negeri kita juga diperlukan teknologi yang dapat memberdayakan rakyat miskin. Misalnya: telekomunikasi murah untuk desa terpencil, bibit unggul, teknologi air bersih, hidroenergi dan Rumah Sederhana Tahan Gempa.

Kedua, teknologi hijau – green technology. Kita sudah menetapkan target penurunan emisi 26% untuk tahun 2020 dari “business as usual”, dan target ini bisa ditingkatkan menjadi 41% apabila ada bantuan internasional yang memadai. Untuk itu, kita harus menerapkan pembangunan yang hemat energi (low carbon footprint), meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan seperti geothermal, angin, dan surya, serta meningkatkan teknologi pengawasan hutan, misalnya melalui satelit, untuk mendeteksi hotspot kebakaran hutan.

Saya juga bangga bahwa seorang inovator energi kita, Saudari Tri Mumpuni, telah merintis pembangunan energi mikro-hidro di desa-desa, dan telah mendapatkan pengakuan internasional. Inovasi segar seperti ini harus terus dikembangkan dan disebarkan.

Ketiga, teknologi pangan, yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat kita (food security). Kita memerlukan teknologi pertanian baru untuk mencari bibit unggul, meningkatkan hasil panen, dan melipat-gandakan produktifitas pangan guna mencapai kondisi swasembada, bahkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Saya ingin, pada saatnya nanti Indonesia menjadi “major food producer” di dunia internasional.

Keempat, teknologi industri. Produk-produk industri Indonesia harus bisa menunjang pencapaian 2 aspek penting, yaitu padat teknologi dan padat karya. Kita harus bisa membuat industri kita lebih efisien, lebih produktif dan lebih mempunyai nilai tambah. Kita juga harus mulai mencapai high-end products, menciptakan branding yang dikenal dunia internasional, dan bahkan bisa bersaing dalam aspek desain yang selama ini cenderung didominasi industri negara-negara maju. Hal ini penting karena pada saat ini dan ke depan, industri akan tetap menjadi tulang panggung ekonomi Indonesia.

Kelima, teknologi kesehatan. Kita harus mencari teknologi terkini untuk memerangi penyakit-penyakit menular : apakah itu H5N1, H1N1 dan virus-virus berbahaya lainnya, yang pasti akan terus bermutasi mengancam keluarga kita dan bahkan umat manusia. Virus berbahaya, sama seperti bencana alam, akan menjadi salah satu ancaman paling riil bagi bangsa kita di abad ke-21. Seperti yang kita alami dalam kasus epidemi H1N1 (Swine Flu), Indonesia tidak bisa menangani ancaman ini sendiri, apalagi kalau menyangkut virus yang datang dari luar yang kita tidak mempunyai vaksinnya. Karena itulah, kita harus bekerja-sama dua arah : kita berbagi ilmu dan penemuan dengan dunia kesehatan internasional, sebagaimana kita terus mengharapkan dunia luar berbagi dengan kita.

Keenam, teknologi maritim. Sebagai negara Nusantara, kita harus membangun teknologi kelautan, misalnya untuk konversi air minum atau teknologi perkapalan. Kita juga harus mendapatkan teknologi canggih untuk bisa mengeksplorasi kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, baik perikanan, hydrocarbon dan mineral. Saat ini, misalnya, kita belum mempunyai kemampuan yang memadai untuk melakukan offshore drilling apalagi deep sea drilling. Indonesia secara fisik adalah negara Kepulauan terbesar di dunia, tapi kita belum menjadi negara maritim yang kuat.

Ketujuh, teknologi pertahanan. Disini, TNI harus terus meningkatkan postur dan kapabilitasnya, termasuk penguasaan “revolution in military affairs” (RMA). Kita harus bisa meningkatkan kualitas dan tingkat teknologi industri pertahanan kita– termasuk melalui joint production dengan industri militer negara-negara lain, serta bentuk kerjasama yang lain. TNI harus meningkatkan kapasitas untuk melakukan military operations other than war (MOOTW), serta kemampuan peace-keeping operation di wilayah-wilayah konflik di dunia.

TNI juga harus mempunyai kemampuan untuk melakukan surveillance dan menjaga pulau-pulau terpencil, wilayah perbatasan dan lautan Nusantara yang terbentang luas. Sementara itu, Polri dan aparat intelijen juga harus terus meningkatkan kemampuan operasionalnya untuk melawan kejahatan trans-nasional, termasuk kelompok teroris yang juga memanfaatkan teknologi yang canggih.

Dan, kedelapan adalah, teknologi masa depan: yaitu nanotechnology, bio-engineering, genomics, robotics, dan lain-lain. Teknologi-teknologi revolusioner ini tentu tidak sepatutnya hanya didominasi dan dimonopoli negara-negara maju saja. Banyakemerging economies --seperti Cina, India, dan Brazil - yang kini mulai merintis teknologi-teknologi baru ini. Indonesia tidak boleh tertinggal.

Saya senang sekali bahwa Universitas Pelita Harapan (UPH) sudah mulai membangun pusat riset untuk nano-technology. Hadirin sekalian yang saya hormati, Untuk mengembangkan semua ini, dibutuhkan suatu Sistim Inovasi Nasional, yaitu suatu pengaturan kelembagaan yang secara sistemik dan berjangka-panjang dapat mendorong, mendukung, menyebarkan dan menerapkan inovasi-inovasi di berbagai sektor, dan dalam skala nasional. Konsep seperti ini relatif baru, meskipun sudah mulai diterapkan di beberapa negara yang mengalami transformasi.

Setiap negara mempunyai Sistim Inovasi Nasional dengan corak yang berbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Saya berpendapat, di Indonesia, kita juga harus mengembangkan Sistem Inovasi Nasional, yang didasarkan pada suatu kemitraan antara pemerintah, komunitas ilmuwan dan swasta, dan dengan berkolaborasi dengan dunia internasional. Oleh karena itu, berkaitan dengan pandangan ini, dalam waktu dekat saya akan membentuk Komite Inovasi Nasional, yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden, untuk ikut memastikan bahwa Sistem Inovasi Nasional dapat berkembang dan berjalan dengan baik.

Semua ini penting kalau kita sungguh ingin Indonesia menjadiKnowledge Society. Kita dikaruniai wilayah yang sangat luas, yang terbentang dari Sabang ke Marauke, dari Miangas ke Pulau Rote. Kita mempunyai sumber daya alam yang berlimpah. Kita memiliki sumberdaya manusia yang tangguh, yang terus dapat ditingkatkan keunggulan dan daya saingnya. Dan kita mempunyai hubungan yang baik dengan semua pihak—baik dunia Barat, dunia Islam, negara-negara berkembang, emerging economies, dan lain-lain—yang semuanya dapat menjadi mitra pembangunan Indonesia.

Karenanya, dengan semua ini, ke depan, Indonesia mempunyai peluang emas untuk memajukan kehidupan bangsa kita. Strategi yang kita tempuh untuk menjadi negara maju, developed country, adalah dengan memadukan pendekatan sumberdaya alam, iptek dan budaya, atau knowledge-based, resource-based and culture-based development.

Kalau visi ini kelak tercapai, bangsa kita akan mengalami transformasi yang fundamental, menjadi bangsa yang maju dan jaya di Abad ke-21. Mari kita songsong era itu dengan kepercayaan sebagai sebuah bangsa yang penuh inovasi. Insya Allah, dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, serta dengan persatuan, kebersamaan dan kerja keras kita, masa gemilang itu akan datang.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Serpong, 20 Januari 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Senin, 30 Januari 2012

Sang Pendidik - Juara Olimpiade Dunia

Bookmark and Share

Yohanes Surya lahir di Jakarta pada tanggal 6 November 1963. Ia mulai memperdalam fisika pada jurusan Fisika MIPA Universitas Indonesia hingga tahun 1986, mengajar di SMAK I Penabur Jakarta hingga tahun 1988 dan selanjutnya menempuh program master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat.

Program masternya diselesaikan pada tahun 1990 dan program doktornya di tahun 1994 dengan predikat cum laude. Setelah mendapatkan gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia – Amerika Serikat (1994).

Walaupun sudah punya Greencard ( ijin tinggal dan bekerja di Amerika Serikat ), Yohanes Surya pulang ke Indonesia dengan tujuan ingin mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade fisika (semboyannya waktu itu adalah “Go Get Gold”) serta mengembangkan fisika di Indonesia.

Pulang dari Amerika, disamping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995 –1998). Dari tahun 1993 hingga 2007 siswa-siswa binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu dalam berbagai kompetisi Sains/Fisika Internasional.

Pada tahun 2006, seorang siswa binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IphO) XXXVII di Singapura.

Sejak 2000, Yohanes Surya banyak mengadakan pelatihan untuk guru-guru Fisika dan Matematika di hampir semua kota besar di Indonesia, di ibukota kabupaten/kotamadya, sampai ke desa-desa di seluruh pelosok Nusantara dari Sabang hingga Merauke, termasuk pesantren-pesantren.

Untuk mewadahi pelatihan-pelatihan ini Yohanes Surya mendirikan Surya Institute. Surya Institute kini sedang membangun gedung TOFI center yang akan menjadi pusat pelatihan guru maupun siswa yang akan bertanding di berbagai kejuaraan sains/fisika.

Yohanes Surya merupakan penulis produktif untuk bidang Fisika/Matematika. Ada 68 buku sudah ditulis untuk siswa SD sampai SMA. Selain menulis buku, ia juga menulis ratusan artikel Fisika di jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional, harian KOMPAS, TEMPO, Media Indonesia dan lain-lain.

Ia juga pencetus istilah MESTAKUNG dan tiga hukum Mestakung, serta pencetus pembelajaran Gasing (Gampang, Asyik, Menyenangkan). Selain sebagai penulis, Yohanes Surya juga sebagai narasumber berbagai program pengajaran Fisika melalui CD ROM untuk SD, SMP dan SMA.

Ia juga ikut memproduksi berbagai program TV pendidikan diantaranya “Petualangan di Dunia Fantasi”, dan “Tralala-trilili” di RCTI.

Di luar aktifitasnya di atas, Yohanes Surya berkiprah dalam berbagai organisasi internasional sebagai Board member of the International Physics Olympiad, Vice President of The First step to Nobel Prize (1997-sekarang); Penggagas dan President Asian Physics Olympiad (2000-sekarang); Chairman of The first Asian Physics Olympiad, di Karawaci, Tangerang (2000); Executive member of the World Physics Federation Competition; Chairman of The International Econophysics Conference 2002; Chairman the World Conggress Physics Federation 2002; Board of Experts di majalah National Geographic Indonesia serta menjadi Chairman of Asian Science Camp 2008 di Denpasar, Bali.

Selama berkarir di bidang pengembangan fisika, Yohanes Surya pernah mendapatkan berbagai award/fellowship antara lain CEBAF/SURA award AS ’92-93 (salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang fisika nuklir pada wilayah tenggara Amerika), penghargaan kreativitas 2005 dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, anugerah Lencana Satya Wira Karya (2006) dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada tahun yang sama, ia terpilih sebagai wakil Indonesia dalam bidang pendidikan untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Pada tahun 2007, beliau menulis buku "Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia" yang mendapatkan penghargaan sebagai penulis Best Seller tercepat di Indonesia. Dan tahun 2008 mendapat award sebagai Pahlawan Masa Kini pilihan Modernisator dan majalah TEMPO

Yohanes Surya adalah guru besar fisika dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Ia pernah menjadi Dekan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan; Kepala Promosi dan Kerjasama Himpunan Fisika Indonesia (2001-2004), juri berbagai lomba sains/matematika (XL-com, L’oreal, UKI dsb), anggota Dewan Kurator Museum Iptek Taman Mini Indonesia Indah, salah satu founder The Mochtar Riady Institute, anggota Dewan Wali Amanah Sekolah Tinggi Islam Assalamiyah Banten dan kini Prof. Yohanes Surya menjabat sebagai Rektor Universitas Multimedia Nusantara (Kompas Gramedia Group) serta aktif mengkampanyekan Cinta Fisika (Bali Cinta Fisika, Kalbar Cinta Fisika dsb) diseluruh Indonesia.

Berikut Biodata lengkap Yohanes Surya :

Nama:
Yohanes Surya
Lahir:
Jakarta 6 November 1963
Isteri:
Christina
Anak:
Chrisanthy Rebecca Surya (14)
Marie Felicia Surya (5)
Marcia Ann Surya (6 bulan)
Pendidikan:
Sarjana Fisika UI tahun 1986
Jurusan Fisika College of William and Mary, Virginia, AS hingga mendapat PhD (1994) dengan summa cum laude
Karir:
Pemimpin pusat pelatihan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Karawaci sejak ikut Olimpiade Fisika Internasional (1993)
Pemimpin pusat penelitian nanoteknologi dan bioteknologi The Mochtar Riady Center for Nanotechnology and Bioengineering, Karawaci, Tangerang

Yohanes Surya dan Nobel 2020 untuk Indonesia

Fisikawan pendidik dan peneliti ini telah berjasa membuka jalan bagi bangsa Indonesia untuk memasuki fase renaisans. Dia telah merintis jejak bagi murid-murid cemerlang sekolah menengah Indonesia masuk pada komunitas fisika pemula antarbangsa melalui Olimpiade Fisika Internasional dan kompetisi riset fisikawan muda beraras dunia: The First Step to Nobel Prize in Physics. Ia pun bercita-cita mempersiapkan peneliti Indonesia meraih Nobel tahun 2020.

Sehubungan dengan cita-cita itu, dia didaulat memimpin pusat penelitian nanoteknologi dan bioteknologi, dua bidang ilmu di gerai perbatasan, The Mochtar Riady Center for Nanotechnology and Bioengineering, yang Desember 2004 nanti resmi dibuka di Karawaci, Tangerang.

Peran pembuka jalan itu menutup peluang pria kelahiran Jakarta 6 November 1963 ini berkiprah dalam fisika nuklir, yang ia tekuni di Jurusan Fisika College of William and Mary, Virginia, AS hingga mendapat PhD (1994) dengan summa cum laude.

Tahun depan ia bermaksud menjala pelajar berlatar Badui, Kubu, dan Sakai untuk pelatihan fisika di Jakarta yang akan disertakan dalam olimpiade fisika tingkat nasional. Tak keliru kalau ia memantarkan diri dengan Yohanes Pembaptis.

"Bila Yohanes Pembatis mempersiapkan jalan bagi Yesus, maka Yohanes Surya membuka jalan bagi Indonesia meraih Nobel," katanya.

Menyuntik optimisme adalah bagian dari retorikanya saban mengajar di pusat pelatihan Tim Olimpiade Fisika Indonesia, Karawaci. Memimpin TOFI sejak ikut Olimpiade Fisika Internasional (1993), Yohanes Surya berhasil menyemai 55 pelajar SMU berbagai kota Indonesia (setiap tahun Indonesia mengutus lima peserta) bertanding fisika yang diadakan di Amerika, Asia, Australia, dan Eropa dengan hasil mengagumkan.

Sejak pertama ikut, langsung mendapat perunggu, Indonesia tak pernah berhenti membawa pulang penghargaan dari sana. Yohanes baru lega ketika tahun 1999 di Padova, Italia, peserta Indonesia mulai mendulang medali emas dari kompetisi yang menyertakan hampir 100 negara itu.

Sukses itu tak berhenti di sini. Pengalaman mengikuti olimpiade dengan prestasi membanggakan itu memudahkan Yohanes menghubungi perguruan tinggi papan atas AS melamar tempat belajar sekaligus beasiswa bagi alumni TOFI. Tak kurang Universitas Princeton memilih satu orang, Institut Teknologi Massachusetts (MIT) menerima tiga orang, Universitas Stanford mengundang satu orang, dan Institut Teknologi California (Caltech) memanggil satu orang. Belum lagi universitas bagus Amerika lain.

Dua di antaranya sedang dibimbing fisikawan penerima Nobel. Oki Gunawan, anggota TOFI 1993, kini dibimbing Daniel Chee Tsui di Princeton. "Kalau sudah dibimbing pemenang Nobel, riset mereka nanti tak mungkin kelas kacangan," kata dekan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan ini. "Itu yang membuat saya makin optimistis, Indonesia tak lama lagi meraih Nobel."

Di dalam negeri, fisikawan yang lulus sarjana di UI tahun 1986 itu dengan senang hati memenuhi undangan pemerintah daerah hampir semua provinsi untuk menatar dan melatih guru fisika SLTP dan SMU. Perjalanannya ke daerah membuka jaringan yang memungkinkannya mengindrai murid pandai untuk ia rekrut entah buat TOFI entah buat lomba lain. Tahun ini, Septinus George Saa dari SMU Negeri 3 Waena, Jayapura, Papua, berhasil menjuarai The First Step to Nobel Prize.

Jaringan dengan daerah itu kemudian membuka jalan baru bagi Yohanes mencari anak jenius yang tersebar di seantero negeri. Di Yogyakarta ia menemui Indranu, putra sepasang dosen UGM, yang dalam usia sembilan sudah akrab dengan persamaan relativitas umum Einstein. Sempat mengalami kesulitan sebelum bertemu dengan Yohanes, Indranu kini mahasiswa teknik tahun pertama di UGM tapi, kata Yohanes, "Dia sudah bikin 15 makalah relativitas umum, kuantum gravitasi, dan superstring yang ia pelajari sendiri dan dinilai berkelas doktor oleh guru besar fisika Swedia."

Seakan merupakan kehendak sejarah bahwa ia pembuka jalan di jagat fisika, terbuka lagi kesempatan baginya menjadi fisikawan rombongan pertama yang membawa ekonofisika, cabang ilmu yang mengawinkan fisika dan ekonomi, di Indonesia. Bidang ini akan jadi pilihan kajian bagi mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan, yang didirikan tahun 2003 di mana ia duduk sebagai dekan.

Semangatnya menyelenggarakan pelatihan khusus fisika di Karawaci yang makan waktu satu sampai dua tahun itu bukannya tak mengundang kritik. Guru besar fisika ITB, Tjia May On, saat Olimpiade Fisika Internasional di Nusadua, Bali, mengingatkan sukses Indonesia dalam lomba ini tak dapat dijadikan ukuran keberhasilan pengajaran fisika di sini. Masalahnya, peserta olimpiade Indonesia mendapat perlakuan khusus dengan latihan ketat, sementara Amerika-yang tak sesukses Tiongkok atau Indonesia dalam peristiwa itu-mengandalkan muridnya dari sekolah biasa saja.

Sabtu, 20 Maret lalu Yohanes Surya dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Fisika UPH. Dialah fisikawan Indonesia yang masuk jajaran ilmuwan "selebritis" di sini. Selain dikenal khalayak lantaran kadang muncul di televisi, juga karena tulisan populernya yang tak terhitung di koran-koran. Penjelasan singkatnya tentang peristiwa fisika dalam format kartun disiarkan beberapa koran dan telah diterbitkan sebagai buku.

Sehari-hari bekerja dengan fisika, Yohanes Surya memperistri Christina yang tidak mendalami bidang ini. Dia sarjana bahasa Inggris. Bertemu pertama kali di gereja 15 tahun silam, pasangan ini dikaruniai tiga putri: Chrisanthy Rebecca Surya (14), Marie Felicia Surya (5), dan Marcia Ann Surya (6 bulan).


Berikut percakapan dengan guru yang luwes bergaul ini.

TENTANG apa pidato pengukuhan Anda?

Ada contoh dari bidang keuangan. Sistem saham yang ruwet didasari oleh suatu konsep yang dikembangkan tahun 1990an. Namanya pengaturan diri sendiri. Konsep ini kemudian jadi bahasan utama saya dalam orasi kemarin, yang ternyata banyak saya jumpai dalam pengalaman sebagai fisikawan pendidik.

Apa itu pengaturan diri sendiri?

Gagasannya dari tumpukan pasir. Misalkan kita menumpuk pasir. Begitu mencapai ketinggian dan kemiringan tertentu, pasir yang kemudian kita tambahkan dari atas tumpukan itu akan berusaha mengatur diri sendiri sehingga kemiringannya selalu sama dengan kemiringan tadi.

Rupanya ada semacam pengaturan di alam: setelah mencapai keadaan kritis, suatu sistem akan mengatur diri sendiri. Yang menarik, proses pengaturan itu mengikuti hukum pangkat. Kalau divisualkan, hukum pangkat itu begini: beberapa elemen punya nilai tinggi, tapi bagian terbanyak dari elemen di dalam sistem itu mendadak bernilai kecil. Di alam hukum pangkat ini menguasai banyak bidang.

Mahasiswa saya bikin tesis mengenai demografi dan menemukan penyebaran penduduk Indonesia itu mengikuti hukum pangkat. Artinya apa?

Ada pengaturan diri sendiri dalam penyebaran penduduk. Orang akan mengorganisasi diri menuju tempat yang memberi keuntungan. Tempat seperti itu penuh dan hanya beberapa jumlahnya di tiap provinsi. Sebagian besar tempat lain yang sulit mendulang keuntungan langsung sepi.

Berlaku di seluruh daerah?

Ya. Tesis ini menjelaskan mengapa transmigrasi gagal. Begitu kita memindahkan sejumlah orang ke suatu tempat, mereka akan mengorganisasi diri. Bila tempat itu tidak menguntungkan, mereka akan kembali. Jadi, program transmigrasi tak terlalu bagus di sini.

Kecuali kalau dibuat daerah itu menarik dan mendatangkan uang?

Ya, itu mungkin bisa. Hasil pemilu kemarin mengikuti hukum pangkat juga. Kami sudah bikin analisis bagaimana korelasi antara partai dan jumlah pemilih. Yang paling tinggi: Golkar dan PDI-P. Perolehan partai lain langsung drop dan mengikuti hukum pangkat. Mengapa? Karena orang akan mengatur diri sendiri memilih mana yang menurut pikirannya sesuai dengan kemauannya.

Kalau diberi kebebasan, dia akan mengikuti hukum pangkat. Kalau ada rekayasa?

Ha-ha-ha. Itu enggak bisa. Makanya saya bilang, pemilu ini demokratis karena mengikuti hukum pangkat. Orang mengatur dirinya sendiri. Partai mana yang menang? Yang paling banyak kampanye dan paling memengaruhi orang.

Mengapa memilih topik ini?

Karena sekarang saya bekerja dalam ekonofisika. Saya mau analisis sosial itu lebih ke arah sistem kompleks.

Bagaimana menjelaskan pelatihan khusus yang Anda adakan untuk mengikuti olimpiade fisika dikaitkan dengan konsep mengatur diri sendiri? Amerika mencomot peserta dari sekolah saja.

Saya sebenarnya hanya memengaruhi siswa supaya dapat mengorganisasi diri dalam arti, mengatur diri sendiri untuk belajar dengan baik. Di Amerika kesadaran belajar sendiri sudah begitu besar. Walau enggak disuruh, orang belajar sendiri.

Di pelatihan itu saya sebetulnya cuma memfasilitasi. Anak belajar sendiri. Kami kasih buku supaya mereka mengatur diri sendiri dan mencapai hasil maksimal. He-he-he. Menurut saya, pelatihan itu enggak salah. Sekolah itu sama saja dengan pelatihan sebab di sekolah orang dilatih juga.

Kapan mengikuti pola Amerika?

Ke depan arah kita akan ke situ. Sekarang saya menulis buku latihan. Enam dari 16 buku yang saya rencanakan sudah jadi. Sepuluh sedang saya rapikan. Isinya soal dan penyelesaian bahan yang diujikan di olimpiade, serta soal mekanika dan elektromagnetik.

Kami akan sebarkan buku yang rencananya selesai tahun 2005 itu ke seluruh Indonesia. Semua orang bisa dapat, bisa belajar sendiri. Pada saat itu kompetisinya benaran. Target saya tahun 2006, Indonesia juara dunia. Nanti kita lihat hukum pangkat akan berlaku sebab setelah juara dunia, saya mau murid mengatur dirinya sendiri.

Jadi, enggak ada lagi pelatihan?

Tetap ada. Cuma beberapa bulan.

Orangtua anak jenius yang anaknya pernah Anda latih tak setuju Anda terlalu memaksa anak bekerja keras. Sudah pintar kenapa usaha harus luar biasa?

Sebab bakat enggak cukup. Harus kerja keras. Saya tidur tiga sampai empat jam sehari. Saya kerja keras: menulis, bikin video untuk memudahkan pengajaran fisika, mempersiapkan kuliah, dan merancang soal untuk pelatihan. Tidur pukul satu. Pukul empat pagi sudah bangun.

Saya melihat ternyata untuk meraih Nobel, enggak perlu pintar. Memang banyak yang pintar seperti Feynman, Gell-Man, atau Schwinger. Itu kan jenius. Top-toplah.

Tapi, ada juga yang tak terlalu pintar seperti Masatoshi Koshiba yang dapat Nobel tahun 2002. Dia itu semula tak diterima di universitas karena nilainya jelek. Profesor yang menguji kasih rekomendasi untuk dibawa Koshiba kepada profesor lain. Bunyinya "Saya tak kasih rekomendasi, tapi kalau Anda mau terima, silakan". Ternyata dia dapat Nobel. Karena kerja keras. Cerita seperti ini tak hanya dari satu pemenang Nobel.

Yang menarik juga adalah peran orangtua. Kebanyakan orangtua peraih Nobel itu memberi perhatian kepada anaknya supaya bisa berkembang. Orangtua Feynman mengarahkannya jadi fisikawan sejak SD. Terus Hooft. Orangtuanya memberi dia sejak kecil permainan yang mengasah logika.

Daniel Chee Tsui; orangtuanya buta huruf dan tinggal di desa. Mereka berkorban jual rumah supaya bisa menyekolahkan anak ke luar negeri.

Tapi, Feynman banyak main?

Ya, main waktu senggang. Selagi mahasiswa dan saat meneliti dia bekerja mati-matian. Belajar sampai pagi. Berpikir tanpa berhenti. Gell-Mann begitu juga. Menghitung dan menghitung terus, berpikir dan berpikir terus, sampai menemukan sesuatu.

Saya sering cerita bagaimana orang berpikir terus sampai menemukan sesuatu. Kalau seorang berpikir terus, menurut fisikawan Helmholtz, dia akan mengalami tiga fase. Pertama, fase inkubasi. Kedua, fase saturasi. Ketiga, fase pencerahan. Jadi, setelah jenuh sekali, dia tercerahkan. Pada masa pencerahan itu bisa keluar ide luar biasa yang bisa terucapkan tanpa sadar.

Gell-Mann menyebut sembarang saja tanpa sadar mengenai isospin pecahan pada sebuah ceramah di Princeton, padahal itulah yang selama ini dia cari. Berkat temuan itu dia dapat Nobel.

Saya sadar kalau enggak kerja keras, enggak ada apa-apanya. Kalau saya mau berarti, harus lebih dari pemenang Nobel itu, dong. Memang bakat bisa mendorong.


ANDA selalu menyebut tahun 2020, Indonesia meraih Nobel. Kenapa begitu antusias?

Karena dengan Nobel, Indonesia bisa lebih maju. Coba lihat Pakistan. Negara itu miskin. Sekarang orang bilang sains di Pakistan itu bagus karena ada Abdus Salam yang dapat Nobel. Jadi, Nobel semacam simbol yang akan menarik orang.

Orang Pakistan sekarang tertarik pada fisika karena Salam?

Betul, ada hubungannya. Karena dengan itu, Salam dapat menarik fisikawan Pakistan yang dia bimbing untuk bekerja dengan koleganya pemenang Nobel atau fisikawan di berbagai tempat sekelas Nobel.

Maksud Anda membentuk jaringan?

Persis. Seperti kita sekarang. Dengan bertahun-tahun dapat medali di olimpiade, kita punya tiga mahasiswa S1 di MIT, selain di Stanford, Caltech, dan Princeton. Hebat-hebat. Nilai mereka tinggi. Saya tanya, "Kok bisa?" Mereka bilang pelajaran tingkat 1 dan 2 terlalu gampang, jadi ada yang langsung ambil kuliah semester 9.

Evelyn, angkatan 2002 TOFI, di Stanford sekarang dibimbing Douglas Osheroff yang dapat Nobel 1996. Dia dipilih karena nilainya terlalu tinggi. Jadi, murid yang saya lihat bakal dapat Nobel kini diasuh peraih Nobel. Karena sudah jadi murid peraih Nobel, dia akan kecipratan cara berpikirnya. Nah, inilah yang kita harapkan dapat Nobel di masa mendatang.

Asuhan Anda pada maju, sementara Anda jadi pelatih. Tampaknya mengorbankan diri?

Saya mediator, fasilitator, dan merasa diciptakan untuk itu. Kalau Yohanes Pembaptis menyiapkan jalan bagi Yesus; Yohanes Surya membuka jalan untuk Nobel. Ha-ha-ha. Saya sudah bahagia dengan posisi ini. Mungkin ini peran saya. Saya pikir ini panggilan pribadi

Pernah merasa kesepian karena mengurus ini sendiri?

Sebenarnya saya menikmati. Saya tidak sendirian banget. Banyak orang mendukung. Setiap tahun banyak hal aneh terjadi. Selalu ada yang bantu menyediakan dana, sejak saya pimpin TOFI tahun 1993 sampai sekarang. Mulai orangtua murid, Radius Prawiro, Mochtar Riady, sampai Departemen Pendidikan Nasional yang kini menyerap olimpiade sebagai program nasional. Sambil itu, saya membuka bidang yang frontier.

Bidang apa itu?

Nanoteknologi, suatu teknologi di mana kita memanipulasi atom atau molekul untuk menghasilkan produk baru tapi terdepan. Mochtar Riady mengajak saya membangun pusat riset nanoteknologi dan bioteknologi di Karawaci.

Yang termasuk nanoteknologi di pusat ini adalah terapi genetika dan manipulasi atom. Ke depan, dengan manipulasi atom ini, orang memperkirakan dapat mengubah batubara jadi emas sebab dengan mengubah kedudukan atom-atom pada molekul batubara, ia bisa jadi emas.

Di bidang bioteknologi, nanoteknologi itu mengubah gen-gen. Kita bisa dapat tanaman yang jauh lebih bagus. Pengobatan kanker sekarang melalui nanorobot. Di Amerika sudah diusahakan bagaimana robot membawa obat kanker ke sasaran yang tepat

Kedua bidang ini, nanoteknologi dan rekayasa genetika, sangat frontier. Mochtar Riady bilang mau mendirikan pusat nanoteknologi. "You mau pimpin enggak," katanya. Kita mau Indonesia bisa bermain di atas juga. Saya bilang oke.

Siapa yang akan bergabung?

Saya kumpulin tokoh terkenal di bidang ini dari AS, Jerman, Jepang, dan pemenang Nobel, Calude Cohen Tannoudji. Saya kontak dengan beberapa teman. Felix Mesak, orang Indonesia peneliti di Pusat Terapi Kanker Ottawa, yang menemukan obat kanker. Dia sangat terkenal, penilai untuk jurnal nanoteknologi yang amat prestisius. Kemudian Sinta Limantara dari Satya Wacana yang ahli dalam pemanfaatan klorofil dan dapat Hadiah Humboldt dari Jerman. Juga Kebamoto dari UI.


Bagaimana dengan laboratorium?

Akan dibangun di Karawaci. Laboratorium yang sangat canggih. Mahal, tapi (Pak) Mochtar sudah siap sebab dia ingin di masa tuanya ingin menyumbangkan sesuatu buat ilmu pengetahuan. Ini akan jadi tempat buat orang Indonesia menemukan hal-hal hebat, satu jalan untuk dapat Nobel entah fisika, kimia, biologi karena ketiga bidang ini jadi dasarnya.


Anak Anda ketularan fisika?

Chrisanthy kelihatannya ketarik sama fisika. Dia siswi SMP, tapi banyak baca buku fisika universitas.

Anda paksa dia?

Bukan. Mungkin karena banyak ketemu dengan anak-anak olimpiade. Itu mungkin yang saya sebut tadi self organizing, mengatur diri sendiri. He-he-he. Jadi, dia kepengaruh. Mungkin pikirannya orang lain bisa, kok saya enggak bisa. Dia mau belajar, mau tunjukin ke saya.

Anda membimbing dia?

Secara khusus enggak. Kalau ada pertanyaan, saya layani. Kelihatan dia mau belajar. Yang kedua masih 5 tahun. Mungkin karena self organizing juga, lihat kakaknya, dia mau belajar juga. Ha-ha-ha. Saya mulai dengan matematika SD, pelajaran kelas tiga. ►Kompas, Minggu, 16 Mei 2004, Pewawancara: Salomo Simanungkalit

Source :
http://www.yohanessurya.com/profile.php
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/y/yohanes-surya/index.shtml
http://biografi.gudangmateri.com/2010/05/biografi-yohanes-surya.html

Inspirasi selanjutnya !!! Super Indonesia .

Bagaimana generasi-generasi muda Indonesia , beraksi di kancah internasional !!! ? (tunggu ceritanya)

















Foto : Shofwan Al Banna Choiruzzad - dengan sang isteri .(at Jepang)

Minggu, 29 Januari 2012

Pemuda yang DIAM !! Pemuda yang MATI




Sudah saatnya mereka yang tua !!! digantikan oleh yang muda !!!

(Soe Hok Gie )

Pemuda memang akan selalu identik dengan manusia-manusia yang berusia muda , kumpulan manusia yang diharapkan bisa lebih baik dari kumpulan manusia (generasi) sebelumnya . Mungkin sering kali kita merenung , berdiam diri sejenak memikirkan tentang jejak-jejak hidup yang selama ini kita arungi . Rangkaian jejak kehidupan yang akhirnya membentuk kita sekarang ini , menjadi PEMUDA !!! , dari siklus kehidupan yang ada bisa dipastikan , selalu terjadi fenomena besar dalam kehidupan manusia , termasuk kehidupan seorang PEMUDA !!! , dan fenomena yang dimaksud adalah PERUBAHAN!!! . Bumi yang dulu , dengan bumi yang sekarang pastilah berbeda . Maka sama dengan PEMUDA !!! mereka (para PEMUDA) akan mengalami proses PERUBAHAN!!! dalam nafas hidupnya ,sehingga bila Albert Einsten menemukan dan mencanangkan Teori Relativitas , maka bisa saja kita ikut mencetuskan teori baru , yaitu Teori PERUBAHAN . Sebuah teori besar yang pasti berlaku pada tiap individu dan makhluk di bumi ini .

Masa-masa hidup PEMUDA!!! Adalah masa-masa dimana gerak PERUBAHAN!!! terjadi , entah itu perubahan besar atau hanya hal-hal kecil yang dipandang tidak penting . Banyak PEMUDA!!!-PEMUDA!!! yang luar biasa , tak ada gaji besar yang akan mereka dapat , tapi karena mereka PEMUDA !!! , maka mereka sadar akan eksistensi diri sebagai seseorang yang masih memiliki banyak waktu , dengan dibekali kemampuan yang ada ,untuk merubah DUNIA!!! . Newton seorang ilmuwan muda , yang dianggap sebagai murid sekolah yang tidak pandai dan sering melamun , dan sejak kecil sudah harus ditinggalkan mati oleh ayah tercintanya , sehingga ibunya (Hannah) harus bekerja keras membesarkan Newton kecil . Ketika kuliah di Cambridge University , dengan umur yang muda 18 tahun . Newton sudah mulai menunjukkan kapasitasnya sebagai Tokoh Dunia!!! , kebiasaannya suka membaca sejak kecil terbawa sampai dia beranjak dewasa . Perpustakaan Cambridge bagaikan “Gudang Emas” yang tak ternilai harganya , maka Newton berusaha semaksimal mungkin untuk menyerap semua ilmu pengetahuan yang ada . dan penemuan terbesarnya adalah Teori Gravitasi , sebuah teori yang ditemukan dari hal sederhana , yaitu jatuhnya apel di atas kepalanya .

PEMUDA !!! seperti Newton hanyalah bagian kecil dari deretan PEMUDA EMAS PERADABAN !!! , masih ada lagi seorang pemuda yang lahir juga telah dalam keadaan yatim , dan besar sebagai pedagang sukses di usia MUDA!!! , Beliau adalah Rosulullloh Muhammad Saw , apa yang dilakukan beliau melebihi apa yang dilakukan Newton , yaitu terbentuknya Peradaban Baru Manusia , Peradaban yang akan bertahan sampai akhir zaman yaitu Islam , dari Islam lahirlah ilmuwan-ilmuwan unggul yang mewarnai zaman (Ibnu Sina,Ibnu Rusdy,Al-Khawarizmi, dan masih banyak lagi) , dan sekarang pertanyaannya adalah apa yang telah kita perbuat ?? , lebih banyak berdiam diri menghadapi perubahan yang ada ? , atau ikut menyongsong perubahan yang lebih baik ? PEMUDA yang DIAM !!! akan tergilas ganasnya waktu . Diam bukan dalam arti tidak bergerak sama sekali , tetapi bisa ditafsirkan juga adalah banyaknya waktu yang digunakan hanya untuk aktivitas yang tidak “menguntungkan” bagi dirinya . Banyak bangsa-bangsa besar di dunia ini , hancur dan tenggelam !!! karena tidak peduli dengan permasalahan yang sedang dihadapi negaranya .

Bukan saatnya lagi kita sebagai PEMUDA !!! hanya berDIAM diri . Menutup diri dengan berbagai wacana yang terbang mengudara , melintasi ruang dan waktu , yang seharusnya bisa kita tangkap dan ambil manfaatnya . PEMUDA adalah penggerak PERUBAHAN BANGSA !!! . terakhir dalam tulisan ini , saya mohon maaf jika selama ini banyak catatan “kecil” saya , yang salah atau membuat tidak berkenan di hati sahabat-sahabat sekalian . Teruslah tersenyum untuk langkah hidup yang lebih baik . Pemuda Indonesia !! Pemuda Berprestasi!!!

Terima kasih atas perhatiannya , mohon follow up nya juga . Syukron, Merci .